Selamat bertemu lagi di Kelas Tuton Mata Kuliah FSAB4311/Kepabeanan dan Cukai sesi 5 Pada sesi ini, akan dibahas materi tentang Bea Keluar Ekspor. Seperti biasanya, sebelum mengikuti diskusi, Anda dianjurkan untuk membaca dan mempelajari Modul 3 Kegiatan Belajar 2 dari Buku materi Pokok (BMP). Keaktifan Anda sangat dianjurkan mengingat ini merupakan salah satu komponen dari penilaian Tutorial online.
Setelah mengikuti tutorial ini Anda diharapkan mampu menghitung Bea keluar terkait ekspor barang.
Selamat Belajar, tetap Semangat.
Salam Hangat
Tutor
Catatan: Ini adalah rangkuman materi Sesi 5.
Untuk melihat daftar lengkap semua rangkuman modul (Sesi 1-8) dari mata kuliah ini dan mata kuliah lainnya, silakan kunjungi Halaman Indeks Utama.
Rangkuman Materi Sesi 5: Mengenal Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Berikut adalah rangkuman dari materi inisiasi 5 ("Mengenal Kawasan Ekonomi Khusus") yang Anda berikan:
A. Latar Belakang Pengembangan Kawasan Ekonomi
Dalam menghadapi ekonomi global, Indonesia perlu fokus meningkatkan ekspor dan investasi. [cite_start]Salah satu keunggulan Indonesia adalah letak geografisnya yang ideal di jalur maritim internasional dan di tengah pasar ASEAN [cite: 748, 1120][cite_start].
Pengembangan kawasan ekonomi di Indonesia bukanlah hal baru[cite: 749, 1121]. [cite_start]Sejarahnya dimulai dari:
- 1970: Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) [cite: 750-751, 1122-1123][cite_start] - 1972: Kawasan Berikat (Bounded Warehouse) [cite: 751, 1123][cite_start] - 1989: Kawasan Industri [cite: 751, 1123][cite_start] - 1996: Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) [cite: 751, 1123][cite_start] - 2009: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) [cite: 751, 1123]
B. [cite_start]Definisi dan Tujuan KEK
KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian, bersifat khusus, dan memperoleh fasilitas tertentu [cite: 754, 758, 1126, 1130][cite_start].
Tujuan utama KEK adalah untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan, guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan sebagai katalis reformasi ekonomi[cite: 759, 1131].
C. Fasilitas dan Faktor Keberhasilan
KEK mampu menarik investor karena berbagai kemudahan yang diberikan, yang dibagi menjadi dua:
1. [cite_start]Fasilitas Fiskal: Kemudahan di bidang perpajakan dan kepabeanan (insentif fiskal)[cite: 762, 1134]. 2. [cite_start]Fasilitas Non-Fiskal: Kemudahan birokrasi, pengaturan khusus ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan yang efisien[cite: 763, 1135].
Meski menguntungkan, KEK bisa gagal. [cite_start]Faktor kegagalan utama di beberapa negara adalah lokasi di daerah terpencil (Remote Area), infrastruktur tidak memadai, dan tidak adanya mekanisme Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS/PPP) [cite: 767, 1139][cite_start].
Oleh karena itu, KEK di Indonesia harus berlokasi strategis, dekat jalur pelayaran internasional, memiliki infrastruktur memadai, dan menggunakan mekanisme KPS[cite: 768, 1140]. [cite_start]Studi menunjukkan bahwa KEK yang dikelola swasta cenderung lebih maju[cite: 771, 1143].
D. [cite_start]Mekanisme Kelembagaan dan Pengusulan
Payung hukum utama KEK adalah UU No. 39/2009[cite: 795, 1167]. [cite_start]Struktur kelembagaannya terdiri dari Dewan Nasional (pusat) dan Dewan Kawasan (provinsi)[cite: 797, 1169]. [cite_start]Di setiap KEK, dibentuk Administrator, dan kegiatan usaha dijalankan oleh Badan Usaha [cite: 798-799, 1170-1171][cite_start].
KEK dapat diusulkan oleh [cite: 800, 1172][cite_start]:
- Badan Usaha - Pemerintah Kabupaten/Kota (Pemkab) - Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Usulan ini disampaikan ke Dewan Nasional[cite: 800, 1172]. [cite_start]Syarat utamanya adalah harus sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), tidak mengganggu kawasan lindung, dekat jalur perdagangan internasional, dan didukung Pemda[cite: 830, 1202].
Diskusi Sesi 5
Masalah 1 TPP adalah tempat penimbunan yang disediakan oleh Pemerintah dibawah pengawasan dan pengelolaan Direktorat Bea Cukai. Bagaimana pendapat Anda, bukankah sama saja dengan TPS dan TPB !
Masalah 2 Seperti diketahui, fungsi DP3 adalah sama dengan fungsi TPS di areal Pelabuhan. Maka apabila Perusahaan ingin mendirikan sebuah DP3, apa yang harus dilakukan oleh Perusahaan tersebut ? Jelaskan persyaratan yang harus dilengkapi oleh Perusahaan tersebut.
Izin berpendapat,
Jawaban Masalah 1: Perbedaan TPP, TPS, dan TPB
Menurut pendapat saya, TPP, TPS, dan TPB adalah tiga hal yang sangat berbeda, meskipun sama-sama merupakan tempat penimbunan di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Perbedaan utamanya terletak pada fungsi dan status barang di dalamnya.
1. TPS (Tempat Penimbunan Sementara):
Fungsinya adalah untuk menimbun barang impor atau ekspor yang baru saja tiba (import) atau akan dimuat (export). Ini adalah area tunggu normal di pelabuhan atau bandara untuk proses administrasi pabean (pengajuan PIB/PEB) sebelum barang dikeluarkan atau dimuat. Status barangnya adalah barang dalam proses penyelesaian pabean normal.
2. TPB (Tempat Penimbunan Berikat):
Ini adalah kawasan yang mendapatkan fasilitas fiskal (perpajakan/kepabeanan). Tujuannya ekonomis. Barang yang dimasukkan ke TPB (seperti Kawasan Berikat, Gudang Berikat) mendapatkan penangguhan Bea Masuk dan pajak. Tujuannya adalah untuk diolah, digabungkan, atau dipamerkan, yang hasilnya nanti sebagian besar untuk diekspor. Status barangnya adalah "barang dalam fasilitas".
3. TPP (Tempat Penimbunan Pabean):
Ini adalah tempat penimbunan untuk barang-barang bermasalah. Fungsinya bukan untuk lalu lintas normal (seperti TPS) atau fasilitas ekonomi (seperti TPB). TPP digunakan untuk menyimpan barang yang dinyatakan sebagai:
- Barang Tidak Dikuasai (BTD) - Barang Dikuasai Negara (BDN) - Barang Milik Negara (BMN)
Ini adalah barang-barang yang ditinggalkan, tidak diurus, atau hasil sitaan/tegahan oleh Bea Cukai. Jadi, TPP adalah tempat penampungan barang sitaan atau barang yang status kepemilikannya bermasalah.
Kesimpulan: Ketiganya sangat berbeda. TPS untuk lalu lintas normal, TPB untuk fasilitas ekonomi (penangguhan pajak), dan TPP untuk barang sitaan/bermasalah.
Jawaban Masalah 2: Syarat Mendirikan DP3
DP3 (Daerah Pelabuhan Pihak Ketiga) memang berfungsi sebagai TPS, namun lokasinya berada di luar area pelabuhan utama dan dikelola oleh pihak ketiga. Jika sebuah perusahaan ingin mendirikan DP3, pada dasarnya perusahaan tersebut harus mengajukan izin sebagai Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
Langkah yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang mengawasi wilayah tersebut. Berdasarkan regulasi kepabeanan, persyaratan utama yang harus dilengkapi oleh perusahaan tersebut umumnya meliputi:
1. Legalitas Perusahaan: Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), NPWP, dan izin usaha terkait (misalnya Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi/JPT).
2. Status Penguasaan Lokasi: Memiliki bukti penguasaan lokasi yang akan dijadikan DP3 (bisa berupa sertifikat hak milik/HGB atau perjanjian sewa) untuk jangka waktu tertentu (misalnya, minimal 5 tahun).
3. Kelayakan Lokasi dan Tata Letak:
- Lokasi harus memiliki batas-batas yang jelas (dipagar) dan memiliki sistem satu gerbang (one gate system) untuk pemasukan dan pengeluaran barang.
- Menyediakan denah/layout lokasi yang mencakup pembagian area yang jelas (area penimbunan, area pemeriksaan fisik, dll).
4. Sarana dan Prasarana:
- Menyediakan alat berat (forklift, crane) untuk bongkar muat barang.
- Menyediakan tempat atau lapangan yang memadai untuk penimbunan barang.
- Menyediakan ruang khusus untuk Pemeriksaan Fisik barang (Behandeling).
5. Fasilitas untuk Bea Cukai: Menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi petugas Bea dan Cukai yang akan ditempatkan di DP3 tersebut untuk melakukan pengawasan.
6. Sistem IT dan CCTV:
- Memiliki sistem IT (IT Inventory) untuk pencatatan barang yang dapat diakses dan terhubung secara online dengan sistem komputer Bea Cukai.
- Memasang CCTV di titik-titik krusial (pintu masuk/keluar, area penimbunan) yang dapat dipantau oleh Bea Cukai.
Setelah permohonan diajukan, tim dari Bea Cukai akan melakukan penelitian administrasi dan survei lapangan (pengecekan lokasi) untuk menilai kelayakan sebelum menerbitkan persetujuan.
Tugas 2
PT Lembu Arta akan mengekspor kulit sapi disamak ke Kowloon Hongkong dengan rincian berikut:
Kuantitas 12.000 SF dengan kesepakatan harga @ US$ 2,5 / SF. Pajak dalam rangka ekspor 15 %. Harga patokan ekspor US$ 2,4 /SF. Rate patokan : US$ 1 = Rp. 15.000,00
Berdasarkan keterangan di atas:
1. Jelaskan prosedur ekspor yang harus dilakukan oleh PT Lembu Arta! (60)
2. Hitunglah bea keluar dalam rangka ekspor! (40)
Berikut adalah jawaban untuk Tugas 2:
1. Prosedur Ekspor oleh PT Lembu Arta
PT Lembu Arta, sebagai eksportir, harus melakukan serangkaian prosedur kepabeanan untuk mengekspor kulit sapi disamak ke Kowloon. Prosedur utamanya adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Dokumen dan Pembayaran Bea Keluar
- PT Lembu Arta (atau PPJK yang ditunjuk) menyiapkan dokumen pelengkap ekspor, seperti Invoice, Packing List, dan dokumen izin lainnya jika dipersyaratkan (misalnya Sertifikat Keterangan Asal/SKA jika diminta pembeli, atau Health Certificate jika kulit disamak masih dikategorikan sebagai produk hewani yang diawasi).
- Karena barang ini (kulit) dikenai pajak ekspor (Bea Keluar), PT Lembu Arta wajib menghitung dan membayar Bea Keluar terlebih dahulu. (Perhitungan ada di nomor 2). Pembayaran dilakukan melalui bank dan akan mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
2. Pengajuan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
- Eksportir mengajukan dokumen PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) ke sistem Bea Cukai (SKP - Sistem Komputer Pelayanan) secara elektronik.
- Data PEB harus diisi dengan benar, termasuk data eksportir, pembeli, rincian barang (HS Code, jumlah, nilai), nomor invoice, dan yang terpenting, nomor bukti bayar Bea Keluar (NTPN).
3. Respon dari Sistem Bea Cukai (Pemeriksaan)
- Setelah PEB diserahkan, sistem akan merespon. Ada dua kemungkinan:
- Jalur Hijau: Jika data dianggap wajar dan tidak ada indikator risiko, sistem akan menerbitkan "Nota Pelayanan Ekspor" (NPE). Ini adalah persetujuan muat.
- Jalur Merah (Pemeriksaan Fisik): Jika terkena random sampling atau ada data yang dicurigai (misal nilai barang tidak wajar), sistem akan menerbitkan "Pemberitahuan Pemeriksaan Barang" (PPB). Petugas Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik barang.
4. Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean (TPS)
- Dengan asumsi mendapatkan NPE (Jalur Hijau), PT Lembu Arta melakukan pemuatan barang (stuffing) ke dalam kontainer.
- Kontainer kemudian diangkut dan dimasukkan (gate-in) ke Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di pelabuhan muat, dengan menunjukkan dokumen NPE.
5. Pemuatan Barang ke Kapal
- Setelah barang berada di TPS dan kapal tujuan Hongkong siap, barang dimuat ke atas kapal (sarana pengangkut).
6. Rekonsiliasi dan Persetujuan Akhir
- Pihak pengangkut (shipping line) wajib menyerahkan manifes muatan (Outward Manifest) ke Bea Cukai.
- Bea Cukai akan melakukan rekonsiliasi (mencocokkan) data antara PEB yang diajukan PT Lembu Arta dengan Outward Manifest dari kapal.
- Jika data cocok, proses ekspor dianggap selesai dan NPE secara final menjadi Nota Pemberitahuan Ekspor Terlaksana (N.O.T.E).
2. Perhitungan Bea Keluar (BK)
Perhitungan Bea Keluar didasarkan pada data yang tersedia:
- Kuantitas: 12.000 SF - Harga Invoice (Harga Kesepakatan): US$ 2,5 / SF - Harga Patokan Ekspor (HPE): US$ 2,4 / SF - Tarif Bea Keluar (Pajak Ekspor): 15 % - Kurs Pajak (Rate Patokan): US$ 1 = Rp. 15.000,00
Langkah 1: Menentukan Harga Ekspor (HE)
Untuk perhitungan Bea Keluar, harga yang digunakan adalah nilai yang lebih tinggi antara Harga Invoice (Harga FOB) dengan Harga Patokan Ekspor (HPE).
- Harga Invoice = US$ 2,5 / SF
- Harga Patokan Ekspor (HPE) = US$ 2,4 / SF
Karena Harga Invoice (US$ 2,5) lebih tinggi dari HPE (US$ 2,4), maka Harga Ekspor (HE) yang digunakan untuk perhitungan adalah US$ 2,5 / SF.
Langkah 2: Menghitung Nilai Ekspor (Total)
Nilai Ekspor = Kuantitas x Harga Ekspor (HE)
Nilai Ekspor = 12.000 SF x US$ 2,5 / SF
Nilai Ekspor = US$ 30.000,00
Langkah 3: Menghitung Nilai Pabean (Rupiah)
Nilai Pabean = Nilai Ekspor (USD) x Kurs Pajak (Rate Patokan)
Nilai Pabean = US$ 30.000,00 x Rp. 15.000,00 / US$
Nilai Pabean = Rp. 450.000.000,00
Langkah 4: Menghitung Bea Keluar
Bea Keluar = Tarif Bea Keluar x Nilai Pabean
Bea Keluar = 15 % x Rp. 450.000.000,00
Bea Keluar = 0,15 x 450.000.000,00 Bea Keluar = Rp. 67.500.000,00
Jadi, Bea Keluar yang harus dibayar oleh PT Lembu Arta adalah Rp. 67.500.000,00.